Pemerintah Siapkan Insentif, Buntut dari Kenaikan Tinggi Pajak Hiburan
- Tangkapan Layar Youtube/PerekonomianRI
Media Bekasi – Implementasi tarif pajak untuk jasa hiburan, khususnya Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) sebesar 40% hingga 75%, mendapat sorotan banyak. Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah berencana meluncurkan insentif fiskal.
Menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, saat ini pemerintah tengah menyiapkan peluncuran insentif fiskal sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD).
Pada Pasal 101 UU HKPD dijelaskan bahwa pemerintah memberikan ruang kebijakan untuk memberikan insentif fiskal guna mendukung investasi dengan berbagai bentuk, seperti pengurangan, keringanan, pembebasan, atau penghapusan pajak, retribusi, dan/atau sanksi.
Airlangga menyatakan bahwa penerapan insentif fiskal akan disesuaikan dengan karakteristik wilayah, mempertimbangkan budaya dan penerapan syariat Islam di beberapa daerah seperti Aceh. Beberapa daerah masih dapat menerapkan tarif pajak yang ada, sementara daerah berbasis pariwisata dapat menetapkan tarif sesuai dengan yang berlaku sebelumnya.
Dalam Rapat Internal yang dipimpin langsung oleh Presiden Jokowi pada Jumat (19/1/2024), salah satu keputusan terkait Insentif Fiskal adalah memberikan insentif PPh Badan terhadap penyelenggara jasa hiburan. Untuk sektor pariwisata, insentif berupa pengurangan pajak dalam bentuk Ditanggung Pemerintah (DTP) sebesar 10% dari PPh Badan, sehingga PPh Badan yang semula 22% akan menjadi 12%.
Menko Airlangga menegaskan bahwa Pemerintah akan terus mendukung pengembangan sektor pariwisata di daerah dengan memberikan insentif fiskal berupa pengurangan PPh Badan melalui fasilitas pajak Ditanggung Pemerintah (DTP).
Terkait implementasinya, pemberian insentif fiskal dapat dilakukan oleh Kepala Daerah dengan pertimbangan untuk mendukung usaha mikro dan ultra mikro, serta mendukung program prioritas daerah atau nasional.
Penetapan insentif fiskal akan diatur oleh Peraturan Kepala Daerah (Perkada) dengan melibatkan DPRD. Dengan ketentuan Pasal 101 UU HKPD, Bupati/Walikota berhak menetapkan tarif lebih rendah dari 75% atau bahkan di bawah batas minimal 40%.